TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat melaporkan Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala atas dugaan pelanggaran kode etik dalam pemantauan terhadap kasus Novel Baswedan. Amnesty International Indonesia, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan serta Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia melaporkan dugaan itu kepada Ketua Ombudsman Amzulian Rifai. “Ada dugaan kuat atas pelanggaran kode etik,” kata Manajer Kampanye Amnesty, Puri Kencana Putri dalam keterangan pers, Rabu, 16 Januari 2019.
Baca juga: Novel Baswedan: Laporan Adrianus Meliala Ada Konflik Kepentingan
Adrianus dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) dalam kasus Novel menyebut terjadi empat dugaan maladministrasi minor dalam penyidikan kasus itu di Polda Metro Jaya. Laporan yang dirilis 6 Desember 2018 itu, empat maladministrasi itu, di antaranya aspek administrasi penyidikan, aspek penundaan berlarut, aspek efektifitas penggunaan sumber daya manusia dan aspek pengabaian petunjuk yang disampaikan Novel terkait kasusnya. Pada 16 Januari 2019, Adrianus menyatakan polisi sudah melakukan saran Ombudsman untuk menyelesaikan empat maladministrasi tersebut.
Puri menilai Adrianus telah melakukan pelanggaran kode etik pimpinan Ombudsman dalam melakukan pemeriksaan itu. Dia membeberkan fakta bahwa Adrianus pernah menemui Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Idham Azis guna membicarakan kasus yang menimpa Novel Baswedan. Menurut dia, tindakan itu patut dipertanyakan karena Novel Baswedan dan kuasa hukumnya belum memasukkan pengaduan ke Ombudsman pada saat tindakan tersebut dilakukan. “Belakangan kami ketahui pula jika tidak ada kasus di ORI terkait Novel Baswedan,” katanya.
Puri mengatakan berdasarkan keterangan sepihak dari polisi, Adrianus menuding Novel tidak kooperatif menuntaskan kasusnya, dengan irit bicara. Pernyataan ini selaras dengan pernyataan pihak kepolisian yang menimpakan belum ditemukannya pelaku salah satunya kepada korban, Novel Baswedan. “Adrianus Meliala juga menilai KPK bersikap sama dengan Novel Baswedan,” katanya.
Baca: Adrianus Jawab Tudingan Punya Kepentingan di Kasus Novel Baswedan
Puri menuturkan, dalam pertemuan dengan Novel dan kuasa hukumnya, Adrianus mengaku membuat kesimpulan dan menggunakan inisiatif ombudsman untuk menyelidiki kasus novel guna memverifikasi dan menganulir berita yang muncul tentang penyidikan kasus ini yang tidak berjalan.
Selain itu, pernyataan Adrianus Meliala dilakukan tanpa dasar adanya laporan masyarakat atau keputusan pleno untuk menyatakan perlunya inisiatif ORI menyelidiki maladministrasi sehingga tidak ada hubungan sama sekali dengan kerja ORI alias pernyataan pribadi. Menurut Puri, hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan ORI No. 7/2011 khususnya Pasal 5h tentang prinsip-prinsip etika Ombudsman mencakup profesional yakni menghindari menggunakan nama dan wibawa Ombudsman untuk kepentingan pribadi, keluarga, kelompok atau pihak ketiga.
Lebih jauh, Puri menjelaskan Undang-Undang Ombudsman juga melarang pimpinan Ombudsman ikut serta memeriksa laporan atau informasi yang mengadung konflik kepentingan. Dalam kasus ini, kata dia, pihaknya menduga Adrianus memiliki kaitan dengan polisi yang membuatnya tidak independen. Adrianus pernah menjadi penasihat ahli bidang kriminologi Kepala Polri 2000-2006 dan Anggota Komisi Kepolisian 2012 – 2016.
Baca juga: Adrianus Bantah Ada Konflik Kepentingan di Kasus Novel Baswedan
Lebih jauh Koordinator Amnesty Muda Yansen Dinata menduga Adrianus tersandera kasus di kepolisian. Adrianus yang saat itu menjabat anggota Komisi Kepolisian Nasional dilaporkan ke Bareskrim karena menyatakan di media bahwa salah satu badan di kepolisian merupakan mesin ATM Polri. “Tidak pernah ada kejelasan mengenai proses penghentian kasus ini menggunakan mekanisme apa,” katanya.
Adrianus enggan menanggapi tudingan tersebut. “Saya tidak mau menanggapi, biar saja,” katanya lewat pesan singkat.